Mengapa Gemapalu mengembangkan ekosistem layanan keuangan inklusif melalui Koperasi Kredit “CU Gema Swadaya”?
Tujuan dari pengembangan ekosistem layanan keuangan inklusif adalah untuk membuka akses terhadap layanan keuangan dasar—seperti tabungan, pinjaman, dan asuransi—khususnya bagi kelompok masyarakat rentan yang belum terjangkau oleh layanan perbankan formal. Dalam struktur sosial masyarakat perdesaan, menabung di bank masih dianggap sebagai aktivitas milik kelompok menengah ke atas. Kalaupun masyarakat miskin memiliki rekening bank, biasanya hanya digunakan untuk menerima bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH) atau Program Indonesia Pintar (PIP).
Data dari Gemapalu menunjukkan bahwa kurang dari 10% warga desa memiliki rekening bank dengan tujuan utama untuk menabung. Artinya, sekitar 90% warga desa belum memiliki akses menabung secara formal, dengan berbagai alasan: jarak yang jauh, ketidakakraban dengan sistem perbankan, jumlah uang yang dianggap terlalu kecil, dan rendahnya literasi keuangan. Situasi ini turut menjelaskan mengapa tingkat literasi dan inklusi keuangan di desa masih tertinggal dan berdampak langsung pada keterbatasan mereka dalam meraih kesejahteraan.
Dalam praktiknya, kebutuhan permodalan masyarakat desa lebih sering dipenuhi oleh lembaga-lembaga informal yang menjalankan praktik rentenir. Di sisi lain, kebutuhan akan menabung biasa dipenuhi melalui kelompok pengajian atau kelompok sosial tingkat RT/Dusun—yang seringkali memiliki risiko tinggi. Banyak kasus menunjukkan bahwa pinjaman dari rentenir justru menjerumuskan ke dalam siklus utang, sementara tabungan kelompok kadang berujung pada penyalahgunaan dana. Namun, karena akses lain tak tersedia, masyarakat tetap menggantungkan harapan pada sistem informal ini.
CU Gema Swadaya: Menjawab Tantangan Akses Keuangan
Koperasi CU Gema Swadaya hadir dengan visi menjadi lembaga keuangan yang membuka akses layanan bagi kelompok paling rentan. “CU Gema Swadaya didesain untuk memastikan orang termiskin dapat menjadi anggota dan meninggalkan kemiskinannya.” Oleh karena itu, tabungan dan pinjaman harus mampu membantu anggota keluar dari kesulitan keuangan—baik untuk mencapai tujuan hidup maupun untuk meningkatkan pendapatan.
Lebih dari itu, CU Gema Swadaya bertujuan membangun sistem perlindungan keuangan bagi anggotanya, agar mampu menghadapi risiko seperti krisis, bencana alam, sakit, kecelakaan, hingga masa pensiun. Dalam standar Pearls Credit Union, indikator kesehatan keuangan adalah apabila 80-90% aset CU berasal dari simpanan anggota. Bayangkan jika 80-90% penduduk desa memiliki tabungan yang terencana di CU—untuk kebutuhan jangka pendek, menengah, dan panjang. Maka cita-cita keadilan sosial sebagaimana amanat konstitusi akan lebih mudah diwujudkan.
Pertanyaannya kemudian: seberapa besar kontribusi CU Gema Swadaya dalam mendorong transformasi ini? Bagaimana caranya, dan dari mana harus dimulai?
Pemetaan dan Metode GALS: Langkah Awal Pembangunan Ekosistem
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Gemapalu menyusun peta jalan arah pengembangan CU Gema Swadaya. Proses ini diawali dengan pemetaan partisipatif (PRA) saat memasuki wilayah desa baru. Pemetaan dilakukan selama lima hari dengan melibatkan petani, perempuan, pemuda, tokoh masyarakat, dan pemerintah desa. Hasil pemetaan ini mengidentifikasi tantangan dan peluang dalam hal akses terhadap pupuk, modal usaha, pendidikan, kesehatan, pangan, dan lingkungan.
Agar kelompok rentan terlibat secara aktif, Gemapalu menggunakan metode Gender Action Learning System (GALS). GALS membantu membuka kesadaran perempuan dan kelompok rentan lainnya agar mereka dapat mengambil peran lebih besar dalam pembangunan ekonomi rumah tangga.
Training GALS tidak bersifat satu kali selesai. Sebagai alat (tools), GALS bisa diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan, tak terbatas pada ekonomi dan keuangan. Hal paling mendasar dari GALS adalah kemampuannya membangun kesadaran antara laki-laki dan perempuan untuk memahami kebutuhan diri, serta menciptakan relasi yang adil dalam keluarga, organisasi, maupun komunitas.
Metode ini juga menarik secara teknis—peserta tidak duduk mendengarkan ceramah panjang, melainkan diajak menggambarkan situasi mereka secara visual: kondisi keuangan, relasi, usaha, lingkungan, hingga keterlibatan dalam proses politik lokal.
Training GALS 2025: Menumbuhkan Pemimpin Komunitas Berperspektif Gender
Pada tanggal 1–4 Mei 2025, Gemapalu kembali menyelenggarakan Training GALS Tahap 1 dengan tema “Membangun Tujuan Hidup dan Merancang Rencana Perubahan”. Pelatihan ini ditujukan bagi para community organizer (CO) dari 12 kabupaten basis komunitas Gemapalu di Jawa Timur.
Dalam konteks ini, CU Gema Swadaya menjadi kendaraan utama dalam mendorong pencapaian keberdayaan ekonomi anggota. Para peserta pelatihan ditugaskan untuk mengaplikasikan GALS dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan komunitas. Pengalaman mereka akan menjadi bahan refleksi pada Training GALS Tahap 2 (Pengorganisasian), yang akan digelar pada 16–20 Juni 2025 di Bumi Perkemahan Glagah Arum, Senduro, Lumajang.
Training GALS tahun ini juga diikuti oleh tiga CU mitra: CU Mandiri Probolinggo, CU Kosayu Malang, dan CU Pelita Usaha Semarang. Ketiga CU tersebut telah membangun relasi diskusi yang intens dengan Gemapalu dan memiliki kesamaan visi tentang pentingnya partisipasi komunitas anggota sebagai dasar penguatan nilai dan prinsip koperasi kredit. Maka melatih kapasitas Staff menjadi pendamping dan fasilitator komunitas anggota adalah cara membangun layanan keuangan inklusi, melibatkan peran-peran anggota dalam mengembangkan CU di komunitasnya masing-masing.
Menanam Perspektif Gender, Menuai Transformasi Sosial
Mengintegrasikan perspektif gender dalam tata kelola koperasi berarti memastikan bahwa CU hadir untuk menjalankan transformasi sosial-ekonomi—bukan sekadar lembaga simpan pinjam. Ini adalah jalan untuk mewujudkan amanat konstitusi: “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, sekaligus mendorong tercapainya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Isna ( Gemapalu )