Literasi keuangan masih menjadi persoalan di banyak negara, termasuk Indonesia. Literasi keuangan yang rendah dapat membawa dampak buruk bagi kehidupan di masa kini dan masa depan. Oleh karena itu, pengetahuan tentang literasi keuangan sangat penting agar keputusan-keputusan keuangan yang akan diambil tepat dan terencana.
Training of Community GEMAPALU Tingkatkan Literasi Finansial di Empat Desa Jember
Literasi finansial masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Survei Otoritas Kejaksaan Keuangan (OJK) mandapati bahwa Tingkat literasi keuangan Indonesia masih berada dibawah 50 persen. Angka itu memperlihatkan bahwa setengah lebih penduduk belum memiliki pemahaman bagaimana cara mengelola pendapatan, menabung, ataupun merencanakan finansial masa depan. Kondisi ini dapat dilihat secara langsung di wilayah pedesaan, di mana sebagain besar masyarakat hidup dari sektor pertanian dengan pendapatan tidak tetap dan minim akses terhadap lembaga keuangan
Keresahan inilah yang mendasari Gerakan Masyarakat Pedesaan Lumajang (GEMAPALU) untuk mengembangkan program Training of Community (TOC). Program ini berfokus meningkatkan kesadaran dan keterampilan penngelolaan keuangan keluarga di Tingkat desa, dengan pendekatan sederhana, partisipatif dan berbasis pengalaman sehari-hari masyarakat.
Pada akhir bulan September 2025, GEMAPALU menyelanggarakan pelatihan TOC di empat desa di Kabupaten Jember: Desa Kesilir (Kec. Wuluhan), Desa Wringintelu (Kec. Puger), Desa Sukoreno (Kec. Kalisat), dan Desa Patempuran (Kec. Kalisat). Pesertanya adalah orang tua dari Forum Anak Desa — komunitas yang selama ini aktif mendampingi isu perlindungan anak dan pemberdayaan keluarga — dengan rata-rata mata pencaharian sebagai petani tembakau.
Pelatihan diikuti oleh orang tua Forum Anak Desa untuk memperkuat perencanaan keuangan keluarga
Setiap sesi TOC dimulai dengan pembukaan dan pengantar singkat mengenai konsep dasar pengelolaan keuangan. Fasilitator tidak hanya memberi teori, melainkan mengajak peserta merefleksikan pengalaman hidup mereka sendiri: bagaimana mereka menggunakan uang, apa yang menjadi prioritas pengeluaran, serta bagaimana mereka memaknai tabungan.
Di Desa Kesilir, misalnya, peserta dibagi dalam kelompok kecil beranggotakan dua orang. Mereka diajak menghitung pendapatan dan pengeluaran bulanan secara sederhana. Hasilnya, sebagian besar peserta mengalami defisit setiap bulan. Banyak di antara mereka yang tidak memiliki tabungan pendidikan untuk anak, dan bahkan belum memiliki catatan arus keuangan keluarga.
Situasi serupa muncul di Desa Wringintelu. Para orang tua mengakui bahwa mereka berharap anak-anak bisa menempuh pendidikan tinggi, namun belum punya perencanaan finansial untuk mewujudkannya. Fasilitator kemudian memperkenalkan metode sederhana dalam mengelola pendapatan: 10 persen untuk tabungan, maksimal 30 persen untuk angsuran hutang, 40 persen untuk kebutuhan pokok, dan 20 persen untuk diri sendiri.
Sementara di Desa Sukoreno, diskusi berkembang pada refleksi masa tua. Fasilitator menekankan bahwa kebahagiaan di masa tua bukan hanya tentang anak yang sukses, tetapi juga tentang kemandirian finansial. Peserta diajak melihat realita bahwa banyak orang tua masih berharap anak akan menanggung hidup mereka di hari tuanya — pola pikir yang perlu diubah dengan mulai menabung dan merencanakan sejak dini.
Adapun di Desa Patempuran, pembahasan berlanjut pada topik dana pensiun dan pentingnya memiliki tabungan jangka panjang. Peserta belajar menghitung potensi tabungan apabila mereka menabung Rp5.000 per hari sejak usia 30 tahun hingga usia 60 tahun, yang hasilnya ternyata cukup besar. Namun, data lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar warga masih berpenghasilan di bawah Rp2 juta per bulan dan hanya menabung untuk kebutuhan hari raya.
Harapan Berlanjut dari Empat Desa
Pelatihan TOC di empat desa Jember menjadi ruang belajar bersama. Melalui simulasi dan diskusi terbuka, para orang tua mulai melihat uang bukan sekadar alat tukar, melainkan alat untuk merencanakan masa depan keluarga.
“Menabung bukan tentang berapa besar uangnya, tapi tentang kesadaran bahwa kita berhak melindungi diri sendiri”
ujar Misbah Isnaifah sebagai fasilitator di salah satu sesi pelatihan.
Kesadaran ini menjadi langkah awal bagi para peserta untuk membangun kemandirian finansial keluarga, sekaligus memberi contoh kepada anak-anak mereka tentang pentingnya tanggung jawab ekonomi.
Melalui TOC, GEMAPALU berharap program literasi finansial ini dapat menjadi gerakan berkelanjutan di tingkat komunitas, di mana setiap keluarga mampu mengelola uang dengan bijak, merencanakan masa depan dengan realistis, dan pada akhirnya mengelola hidup dengan lebih sejahtera.